4.16.2013

usul asal ?

usul asal (asal usul- eydnya)daerah di kota solo dapat dilihat dari satu kajian toponimi.  Toponimi berasal dari bahasa Yunani, Topos yang berarti tempat dan Onoma yang berarti nama. Jadi Toponimi bisa diartikan tentang nama tempat, asal-usul, arti, penggunaan dan tipologinya. Suatu toponimi adalah nama dari tempat, wilayah, atau suatu bagian lain dari permukaan bumi, termasuk yang bersifat alami (seperti sungai) dan yang buatan (seperti kota). ( Wikipedia Indonesia).

DASAR TOPONIMI KUTHA SALA

Kota Sala atau Surakarta memiliki masyarakat yang bertradisi unik dalam hal pemberian nama-nama tempat atau perkampungan. Toponimi daerah-daerah di Surakarta oleh masyarakatnya didasarkan pada beberapa kriteria seperti di bawah ini :
  1. Nama orang terkenal atau terhormat yang pernah singgah ataupun tinggal di daerah tersebut:  Misal Kampung Purwaprajan, dahulu digunakan sebagai tempat tinggal R.Ng Purwapraja ( Abdi Dalem Bupati Anom pada jaman Sunan Paku Buwana X). Kampung Hadiwijayan, dahulu adalah tempat tinggal GPH. Hadiwijaya ( adik Sunan Paku Buwana X)
  2. Nama Jabatan dalam birokrasi pemerintahan : Misal Kampung Punggawan, dahulu tempat tinggal para punggawa Mangkunegaran. Kampung Saragenen, dahulu perkampungan tempat tinggal prajurit Sarageni (prajurit bersenjata api/senapan)
  3.  Keadaan setempat suatu kawasan : Misal Kampung Kandangsapi, dahulu digunakan untuk kandang lembu milik Sunan. Kampung Sangkrah, dahulu merupakan tempat kelokan Sungai Bengawan Sala, yang saat hujan dan banjir sampah terkumpul dan menggenang di kelokan tersebut.
  4.  Kegiatan penduduk setempat : Misal Kampung Pasarkliwon, dahulu adalah tempat berjual beli yang ramai pada hari pasaran Kliwon. Serupa dengan Pasar Legi, Pasar Pon, dll.
  5. Nama-nama ciptaan baru : Biasanya tempat ini didasarkan pada peristiwa tertentu yang baru terjadi atau karena pengaruh kolonial. Misal Manahan, dahulu adalah tempat untuk berlatih memanah dari keluarga Mangkunegaran. Sriwedari, Triwindu, Ngarsapura dan Kampung Baru merupakan nama-nama ciptaan baru.
Kecamatan/Kampung Jebres : pada masa lalu daerah ini merupakan tempat tinggal Ki Jebres, abdi dalem kusir kereta jaman Pakubuwana IV. Versi lain menunjukkan Jebres berasal dari nama seorang bangsa Belanda bernama J. Pressen (pengusaha kaleng susu). Rumahnya berdekatan dengan rumah M. Ming (pengusaha pemerahan susu sapi), daerah itu kini menjadi Desa Ngemingan. Dalam Babad Prambanan, nama Jebres telah disebutkan sebagai hutan tempat berburu raja.

Sekarpace : lokasi tersebut dulu adalah tempat tinggal seorang bangsa Perancis bernama Carpentier (dibaca Karpencer menjadi Karpece, sekarang menjadi Sekarpace)

Kentingan : sejak masa PB III dan IV daerah ini masih semak belukar. Wilayah ini dahulu adalah makam cina yang belum siap dibakar. Terdapat Gunung kecil bernama Gunung Kendil di dekatnya terdapat sebuah makam keramat, menurut cerita, itu adalah makam Nyonyah Cina bernama Nyonyah Rewel. Makam cina di daerah ini diratakan untuk dijadikan lahan kampus UNS dan STSI/ISI.

Petoran : dahulu merupakan tempat tinggal seorang Belanda bernama Tuan Petor (Victor) J. Vrijs, pemilik pabrik pemerahan susu Victory.

Mondokan : dahulu merupakan tempat tinggal sementara (mondhok) para bupati Mancanagari beserta para pengikutnya apabila hendak menghadap sunan.

Krekop : berasal dari bahasa Belanda kerkhof yang berarti kuburan. Kerkop dulunya digunakan untuk kuburan orang-orang Belanda.

Jagalan : tempat ini digunakan oleh para abdi dalem yang bertugas sebagai penyembelih (jagal) hewan ternak. Sekarangpun masih menjadi tempat pemotongan hewan dan disebut Batowar.

Purwadiningratan : Di Surakarta ada dua tempat yang bernama Purwadiningratan. Keduanya dulunya adalah tempat tinggal KPH Purwadiningrat.

Kepatihan : dahulu merupakan tempat tinggal sekaligus kantor para patih Kasunanan Surakarta.

Mesen : berasal dari kata mesi, artinya membayar. Dinamakan mesen karena tempat tersebut dahulu adalah tanah lapang yang subur dan orang yang mau mencari rumput di daerah tersebut diwajibkan membayar satu sen.

Gandhekan : berasal dari kata Gandhek, merupakan abdi dalem pesuruh khusus raja. Bertugas penghubung raja dengan para abdi dalem.

Kampung Sewu : sewu disini tidak berarti seribu, tetapi bermakna wilayah yang tersebar. Kampung Sewu adalah wilayah yang penduduknya tersebar dari berbagai daerah negara agung maupun mancanagara. Versi lain mengatakan sewu berarti penewu, abdi dalem yang bertugas mengawasi prajurit dan mengelola aset serta harta benda keraton.

Kecamatan Pasarkliwon : dahulu merupakan tempat penjualan kambing yang ramai setiap hari pasaran Kliwon. Sekarang dikenal dengan Kampung Arab.

Baluwarti : kata ini berasal dari bahasa Portugis yaitu baluwarte, yang artinya benteng. Baluwarti merupakan kawasan batas istana dan tempat tinggal raja, sentana dan abdi dalem terdekat dengan raja.

Kedunglumbu : dahulu daerah ini merupakan kawasan rawa yang sempit dan dalam serta dipenuhi oleh tumbuhan Lumbu (sejenis talas).

Lojiwetan : kampung yang dulunya berupa rumah-rumah loji yang berada di sebelah timur (wetan), tepatnya timur Benteng Vastenburg dan ditinggali orang-orang Belanda.

Semanggi : awalnya merupakan daerah rawa Bengawan Sala yang banyak ditumbuhi semanggi.

Silir : dahulu merupakan tempat lokalisasi bagi PSK. Silir diartikan hembusan angin yang sejuk dan menyegarkan, dlm konteks kawasan ini, silir menjadi idiom yang berarti tempat peristirahatan yang menyejukkan hati karena diperoleh surga dunia. Sekarang kawasan ini menjadi Pasar Klithikan.

Sumodilagan : Dahulu tempat tinggal putra PB IX yang bernama KPH Kusumadilaga, seorang ahli kesusastraan dan kesenian. Saat ini kampung ini terkenal dengan pedagang besi.

Sampangan : merupakan tempat hunian orang Madura. Sampangan berasal dari kata Sampang, sebuah kabupaten di Madura.

Klewer : pada masa pendudukan Jepang, sebagai tempat penjualan kain serabutan. Klewer sendiri berarti tergantung menjuntai ( kleweran). Para pedagang dulu menggantungkan dagangan yang berupa sandangan dibahunya dan dibuat menjuntai ke depan.

Sangkrah : dahulu merupakan tempat kelokan Sungai Bengawan Sala, yang saat hujan dan banjir sampah berupa ranting-ranting dedaunan terkumpul dan menggenang di kelokan tersebut.

Kauman : dahulu merupakan tanah yang ditempati oleh para penghulu (kaum). Dikenal dengan Kampung Islam.

Gajahan : dahulu merupakan lokasi kandang gajah Raja.

Jamsaren : mungkin nama Jamsaren berasal dari nama pimpinan pondok Kyai Haji Hasan Besari (Jamsari), seorang ulama terkenal jaman PB X.

Jayatakan : kampung ini dahulu adalah tempat tinggal prajurit Jayantaka ( prajurit berani mati bersenjata tajam )

Jayaningratan : dahulu merupakan tempat tinggal KPH Jayadiningrat, abdi dalem Bupati Lebet pada masa PB IX

Sraten : dahulu merupakan tempat tinggal Srati, yaitu pemelihara gajah raja

Natadiningratan : kawasan ini dahulu merupakan tempat tinggal KPH Natadiningrat, menantu Sunan PB IX.
Singosaren : Dahulu merupakan tempat tinggal KPH Singasari, putra menantu PB IX

Kemlayan : berasal dari kata ke-mlaya-an, yaitu tempat abdi dalem penabuh gamelan (niyaga) dan penari.

Jayengan : penamaan jayengan berkaitan dengan nama pejabat yang tinggal di tempat tersebut, yaitu abdi dalem yang bertugas mengurus minuman bila ada pesta di istana.

Dan masih banyak lagi nama desa atau daerah di Surakarta yang memiliki toponimi yang unik.

No comments:

Post a Comment

back to top
back to bottom