Yudhistira
berkata, “Aku sependapat. Aku adalah salah seorang dari raja-raja yang
memerintah dengan baik, adil dan menempuh jalan hidup bahagia tanpa mengumbar
nafsu. Karena bangga akan hasil yang telah dicapainya, seorang raja bernafsu
untuk menjadi Maharajadiraja. Mengapa seorang raja tak bisa puas dan bahagia
dengan kerajaannya? Sebaiknya aku lupakan saja nafsu untuk menjadi
Maharajadiraja. Gelar itu tidak menarik bagiku. Saudara-saudaraku dan
rakyatkulah yang menginginkannya. Engkau saja takut pada Jarasandha, apalagi
kami. Apa yang bisa kita lakukan?”
Bhima,
yang membenci watak lemah dan cepat puas diri, berkata, “Ambisi adalah
kebajikan teragung seorang raja. Apa gunanya menjadi orang kuat kalau tidak tahu kekuatan sendiri? Aku tak tahan hidup dengan membatasi diriku, bermalas-malasan, dan cepat puas diri. Barang-siapa dapat menanggalkan kelemahan, dan secara tepat mempergunakan siasat kekuasaan, pasti akan mampu menaklukkan mereka yang lebih kuat sekalipun. Kekuatan yang disertai siasat pasti berhasil. Apa yang tidak dapat dilakukan dengan gabungan kekuatan ragaku, kebijaksanaan Krishna dan keterampilan Arjuna? Kita pasti dapat mengalahkan Jarasandha jika kita bertiga bersatu dan mengatur siasat tanpa ragu-ragu dan cemas.”
kebajikan teragung seorang raja. Apa gunanya menjadi orang kuat kalau tidak tahu kekuatan sendiri? Aku tak tahan hidup dengan membatasi diriku, bermalas-malasan, dan cepat puas diri. Barang-siapa dapat menanggalkan kelemahan, dan secara tepat mempergunakan siasat kekuasaan, pasti akan mampu menaklukkan mereka yang lebih kuat sekalipun. Kekuatan yang disertai siasat pasti berhasil. Apa yang tidak dapat dilakukan dengan gabungan kekuatan ragaku, kebijaksanaan Krishna dan keterampilan Arjuna? Kita pasti dapat mengalahkan Jarasandha jika kita bertiga bersatu dan mengatur siasat tanpa ragu-ragu dan cemas.”
Kemudian
Krishna bercerita, Jarasandha harus dibasmi, karena ia memang menghendaki
demikian. Dengan sewenang-wenang ia menawan 86 raja. Ia merencanakan
mengorbankan 100 raja untuk upacara persembahyangan. Karena itu ia menangkap 14
raja lagi. Jika Bhima dan Arjuna setuju, aku akan menyertai mereka.Bersama-sama
kita basmi Jarasandha dengan siasat, kemudian kita lepaskan semua raja yang dia
tawan.”
Yudhistira
tidak senang mendengar nasihat itu.
Ia berkata, “Itu berarti mengorbankan Bhima
dan Arjuna, dua adik kesayanganku, hanya demi kepuasan memperoleh gelar
Maharajadiraja. Aku tidak mau mengirim mereka untuk tugas berbahaya ini. Lebih
baik kita lupakan saja rencana ini.”
Arjuna
berkata, “Apa gunanya kita terlahir sebagai keturunan kesatria perkasa jika tak
pernah melakukan perbuatan jantan? Seorang kesatria takkan masyhur jika tak
pernah menunjukkan kesaktiannya. Semangat adalah induk segala keberhasilan.
Nasib baik akan berpihak pada kita jika kita lakukan tugas dan kewajiban dengan
sung-guh-sungguh. Orang kuat bisa gagal jika segan menggunakan kesaktian dan
senjata yang dimilikinya. Sebagian besar kegagalan terjadi karena seseorang
mengabaikan kekuatannya
sendiri. Kita tahu kekuatan kita dan kita tidak takut untuk menggunakannya
sebaik mungkin.
“Kenapa
engkau merasa seolah-olah kita tidak mampu? Kelak jika kita sudah tua, akan
tiba waktunya bagi kita untuk mengenakan jubah suci, masuk ke hutan pergi
bertapa dan berpuasa untuk tujuan keagamaan. Sekarang kita masih muda. Kita
harus mengisi hidup dengan tinda-kan-tindakan perwira sesuai dengan tradisi
keturunan kita.”
Krishna
senang mendengar kata-kata Arjuna.
Ia menanggapi, “Apa lagi yang harus dikatakan Arjuna, putra Dewi Kunti dan keturunan wangsa Bharata? Kematian akan tiba bagi setiap orang; tak peduli dia pahlawan atau pengecut. Tetapi kewajiban agung para kesatria adalah mengabdi pada bangsa dan keyakinannya serta menak-lukkan musuh dalam perang demi memperjuangkan kebenaran.”
Ia menanggapi, “Apa lagi yang harus dikatakan Arjuna, putra Dewi Kunti dan keturunan wangsa Bharata? Kematian akan tiba bagi setiap orang; tak peduli dia pahlawan atau pengecut. Tetapi kewajiban agung para kesatria adalah mengabdi pada bangsa dan keyakinannya serta menak-lukkan musuh dalam perang demi memperjuangkan kebenaran.”
Akhirnya
Yudhistira bisa menerima pendapat bahwa melenyapkan Jarasandha merupakan
kewajiban mereka sebagai kesatria. Setelah tercapai kata sepakat, Krishna
berkata, “Hidimba, Hamsa, Kangsa dan sekutu lain Jarasandha sudah mati.
Sekarang inilah saat terbaik untuk menggempur dia. Kita tak perlu bertempur
habis-habisan bersama para prajurit untuk menaklukkan dia. Kita tan-tang dia
untuk berperang tanding, dengan atau tanpa senjata.”
No comments:
Post a Comment