9.26.2012

Jogja Mendunia Dengan Telo


Telo atau yang biasa dikenal dengan ketela adalah satu jenis umbi-umbian yang banyak tumbuh di Indonesia.  Telo ditanam secara komersil di wilayah Indonesia (dulu Hindia Belanda) pada sekitar tahun 1810, setelah sebelumnya diperkenalkan orang Portugis pada abad ke-16 dari Brasil. 
Telo makanan yang dianggap makanan yang ndeso kini coba di angkat derajatnya oleh Bonny Tello. 
Pria kelahiran Papua ini membuka sebuah resto yang menyajikan makanan dengan berbahan dasar telo.  Merica Singkong Resto, nama inilah yang dipilih Bonny.  Resto ini menyajikan standar pelayanan khas bintang lima, namun dengan harga terjangkau. Tampilan resto dikemas dengan nuansa pedesaan Jawa yang sangat njawani, dengan model bangunan Joglo dan alunan musik dengan nuansa Jawa yang sangat kental ditambah lagi dengan lantai resto yang cuma diplester, tidak memakai keramik layaknya resto lainnya, membuat suasana Jawa makin terasa. Resto ini pun menyediakan tempat lesehan, lengkap dengan sarana hiburan televisi dan hot spot area.  Letaknya di  Jalan Nologaten No 288, Catur Tunggal, Depok, Sleman, Yogyakarta sangat mudah di akses darimanapun. 
“Mungkin kita satu-satunya di Indonesia yang membuka kaya gini, kalau sebelumnya di Jogja udah ada pengolahan ketelo untuk bahan utama, tetapi itu bukan diolah jadi makanan utama atau makanan berat seperti di Merica Singkong Resto ini.  Di sini kita mengolah telo menjadi berbagai macam olahan makanan utama, kita punya sekitar 50 menu yang bisa di pilih oleh pengunjung.” jelas Bonny ketika ditemui di Merica Singkong Resto.  
Merica Singkong Resto menawarkan berbagai sajian kombinasi telo dan varian menu unik lainnya. Meliputi Telo Bakar Rica-Rica,  Telo Bakar Kecap Pedas, Nasi Goreng Telo Jamur, Nasi Goreng Telo Seafood, Beef Steak Telo, Chicken Steak Telo, Telo Bumbu Saos Nanas, Telo Saos Rica-Rica dan Nasi Tiwul Lombok Ijo.  Berbagai menu makanan tersebut terasa lebih lengkap seteloh dikombinasikan pula dengan berbagai minuman tradisional semisal, wedang bandrek, bajigur, wedang secang, serta wedang rempah. Dengan harga antara tujuh ribu sampai dua puluh dua ribu pengunjung bisa memilih menu-menu yang diinginkan
Awalnya ia ingin mengangkat telo, yang ada banyak sekali di Jogja untuk bisa mendunia.  Entah dengan apa, yang penting Jogja bisa terkenal dengan telo.  Kemudian ia mengajak tiga orang temannya untuk membuka resto dengan telo dengan bahan utama.  Yang membuat berbeda, ketika telo itu di olah menjadi sajian utama bukan hanya makanan kecil.
 “Itu cita-cita saya, agar Jogja ini bisa tambah terkenal di dunia, terkenal karena apa?  Karena telo.”  ujar pria 43 tahun ini.
Telo dipilih oleh Bontel, begitu ia biasa disapa, karena di Jogja telo ini sangatlah mudah ditemui, walaupun ia mengaku untuk bahan baku restonya ia hanya menggunakan telo dari Sleman.  Bukan apa-apa, ia memberdayakan ibu-ibu di sekitar rumahnya utuk menanam telo. 
“Telonya aku minta harus yang ditanam di galengan (pematang), bukan di sawah atau di kebun.  Kalau di kebun, telonya itu kadang ada yang keras, kadang ada yang pahit, nah kalo yang di tanam di sawah, kadar airnya itu sangat tinggi, jadi gak enak.  Yang paling enak itu yang di galengan, telonya bisa pas kadar airnya dan rasanya juga enak.” sambungnya. 
Ada sekitar 45 ibu-ibu di Karang Kepuh, Pandawaharjo Sleman yang ia berdayakan.  Sehari ia bisa menghabiskan sekitar 30 sampai 40 kg telo, yang ia beli dari ibu-ibu dengan harga 4rb/kgnya dalam keadaan yang sudah terkupas bersih. 
Ketika ditanya kenapa memilih telo sebagai bahan utama, ia menjelaskan, sebenarnya dulu ia pernah mencoba menggunakan kentang, tetapi terlalu lembek untuk diolah, kemudian ia juga pernah mencoba menggunakan ubi jalar, tetapi terbatas pada makanan yang manis, akhirnya jatuh juga pilihannya kepada telo, selain bisa di olah menjadi berbagai rasa, tidak terbatas pada makanan asin atau manis saja, teksturnya juga sangat pas untuk diolah jadi makanan utama.  Dan yang paling penting, telo itu lebih fleksibel untuk diolah dengan bumbu apapun, baik bumbu tradisional seperti pepes telo, nastelo bakar dan telo bumbu rica-rica. Tak kalah juga dengan bumbu- bumbu modern ala barat, ada sup cream telo, telo saus spagheti dan jamur steak telo. 

Sejalan dengan berjalannya waktu, ternyata telo itu lebih sehat dan lebih mengenyangkan dari pada nasi.  Seperti yang diungkapkan oleh Prof.Dr.Ir.Murdijati Gardjito dari pusat kajian makan tradisional UGM, indeks glisemik di nasi itu kurang lebih 100, sedangkan di telo itu 54.  Jadi orang bisa makan telo dua kali porsinya dari pada nasi, itu sangatlah sehat bagi orang yang menderita diabet.  Pelanggan dari merica singkong resto kebanyakan berusia di atas 35 tahun, alasan kesehatanlah yang menjadikan mereka suka datang ke merica singkong resto. 
“ Biasanya orang kalau kesini bingung untuk memilih menu, karena kita menyediakan 50 menu.  Konsumen kita rata-rata orang menengah ke atas, yang berarti ide saya untuk mengangkat telo bukan sebagai makanan rendahan cukup berhasil.  Ini juga sejalan dengan program pemerintah lho mas, tentang diversifikasi pangan, kan sekarang digalakkan makan selain nasi, nah di sini semua orang bisa mendapatkan olahan singkong dengan rasa mewah harga murah,”  pungkas Bonny. 







No comments:

Post a Comment

back to top
back to bottom