9.26.2012

Parafrase Log File Mahameru, Kalimati-Mahameru

Jarum jam di tangan kananku memantulkan cahaya kehijauan membentuk sudut 120 derajat di sebelah kiri, pertanda malam sudah beranjak separuh di angka setengah sebelas malam, ketika suara-suara aktivitas manusia mulai terdengar di luar tenda di bawah pohon di camp kalimati.  Di punggung gunung semeru dengan ketinggian 2700 meter dari permukaan laut udara dingin adalah penguasa di malam hari.  Udara dingin menjadi salah satu rintangan terbesar untuk menaklukan mahameru malam itu.

Selain medan yang nampak di siang hari cukup membuat ciut nyali para pendaki, lurus, curam, pasir, pasir dan pasir, itulah gambaran paling gampang untuk menuju tanah tertinggi di pulau jawa ini.  Teriakan teriakan penuh semangat dari kawan-kawan meneriakan “puncak... puncak...” pertanda perjuangan untuk mengunjungi tanah tempat nongkrong para dewa harus segera di mulai.

Ayunan langkah kaki segera berderap memenuhi padang di kalimati, bersama puluhan pendaki yang menguji keyakinan dan kekuatan fisik mereka.  Langkah kaki masih terasa ringan setelah sebelumnya raga ini bisa beristirahat dengan cukup nyaman di kalimati, di tambah dengan jalan menurun yang cukup jauh, hingga nafas belum terasa memburu.  Setelah jalan turunan kegelapan hutan akan memayungi pendaki dari sinar bulan yang redup menerobos sela-sela dedaunan yang terus bergoyang digoda sang bayu malam itu.  Dalam rerimbunan pohon jalan tanah akan mulai membentuk sudut dengan tanah datar, tidak curam namun cukup untuk memanaskan anggota badan.

Jalanan berdebu akan segera berakhir ketika sudah mencapai arcopodo, pertanda jalan ke mahameru sudah terhampar dekat.  Jarak kurang lebih satu setengah kilometer dengan kemiringan lebih dari 75 derajat dengan hamparan pasir dan bebatuan layaknya menjadi karpet merah para pendaki untuk mencapai mahameru.  Jarum jam ditangan sudah membentuk satu garis tegak ditengah, hari baru akan segera dimulai seiiring perjalanan di karpet merah mahameru dimulai.

Karpet merah mahameru adalah jalan yang tidak mudah, yah untuk menuju tempat para dewa bersantai tentu tak semudah menuju kampus, pasir, partikel kecil yang umumnya terbentuk dari silikon ini menjadi tangan tangan tak nampak yang selalu menyeret kembali para pendaki untuk turun kembali.  Dua langkah maju, satu langkah tertarik pasir, sungguh satu ujian yeng berat untuk kembali melangkah menuju puncak.

Ditengah udara yang dingin dan oksigen yang semakin tipis, teringat sekilas kisah pandawa yang mendaki mahameru, Sadewa yang pertama gagal ia menganggap dirinyalah yang paling cakap, sifat itu yang membuatnya tak samapi ke mahameru, disusul oleh nakula yang keliatan mulai kesusahan. Nakula juga menghembuskan napas terakhirnya dan tidak mencapai puncak Mahameru akibat dalam dirinya dia menganggap bahwa dirinyalah yang paling lincah dan sakti.  Ketiga pandawa yang tersisa melanjutkan perjalanan menuju puncak mahameru, kini Arjuna yang tampak kesusahan melanjutkan perjalanan. Arjuna akhirnya tak dapat menanjak lagi dan menghembuskan napas akhirnya kesombongannya yang mengaggap dirinyalah yang paling ganteng dan sakti dari semua Pendawa penyebab itu semua.  Bima yang berjalan dengan tegak kini mulai kesusahan, ketika melihat keatas tampaklah puncak Mahameru. Tapi tubuhnya tidak tahan lagi dan Bimapun menghembuskan napas terakhirnya. Bima gagal karena dalam hatinya dialah yang paling sakti gagah perkasa tak ada yang ditakuti.  Tinggallah Yudistira, tokoh paling lemah dari pandawa lima, tetapi kebersihan hatinya tak perlu diragukan yang akhirnya dampai ke mahameru dan ditemui langsung oleh Batara Indra.

Perjalanan ke mahameru bukan lah sekadar perjalanan fisik, menuju mahameru adalah kebulatan tekad untuk terus melangkahkan kaki, selangkah lagi lagi dan lagi.  Dengan niatan  yang bersih, mungkin dengan inspirasi kisah pandawa lima, jiwa-jiwa yang berhasil berada di tanah para dewa akan tersucikan.

Jika mahameru tempat bersemayamnya para dewa,tepat sekali para pendaki harus merangkak untuk menujunya.  Tak peduli lelah yang menghantui dan sesal yang membayangi, yang perlu kita lakukan hanyalah melangkah selangkah lagi,lagi dan lagi...


terus memburu waktu, mengambil beberapa gambar kenangan dan Meninggalkan jejak-jejak kebanggaan di tanah tertinggi Pulau Jawa....

No comments:

Post a Comment

back to top
back to bottom